PERISTIWA BANDUNG LAUTAN API

-Peristiwa Bandung Lautan Api  Kota Bandung menjadi sunyi karena seluruh Bandung bagian selatan, sebagian di daerah Bandung Utara, tinggal puing-puing bagaikan patung-patung  berhala. Dari Cimahi di sebelah Barat berbanjar hingga di Ujung Berung di sebelah Timur, dari pusat kota Bandung hingga ke Dayeuhkolot di sebelah Selatan menjelma sisa-sisa lautan api.


Peristiwa Bandung Lautan Api
Istilah “Bandung Lautan Api” atau “Kobarkan Semangat Bandung Lautan Api” sering kita dengar. Tapi apakah kita mengetahui makna dari istilah tersebut, aku pikir masih banyak yang belum mengetahuinya. Adalah benar bahwa peristiwa Bandung Lautan Api tanggal 24 Maret 1946 adalah bukti heroisme warga Bandung, tapi kita akan kesulitan ketika ditanya apa yang menyebabkan peristiwa tersebut. Mengapa warga Bandung harus mengungsi dan mengapa tentara sekutu menjadi begitu emosi sehingga memutuskan untuk mengusir warga Bandung sejauh 11 KM dari perbatasan kawasan mereka.

Peristiwa Bandung Lautan Api boleh dibilang hanyalah “klimaks” dari serangkaian pertempuran yang dilakukan warga Bandung terhadap NICA yang membonceng Sekutu. Peristiwa ini terjadi kurang lebih 8 bulan setelah proklamasi kemerdekaan, sehingga tidak bisa dilepaskan dari kejadian-kejadian sebelumnya.

Untuk bisa memahami proses gejolak revolusi di Bandung, ada beberapa buku yang cukup memadai, salah satunya “Bandung Awal Revolusi” buatan John W. Smail (Komunitas Bambu, 2011). Buku ini cukup baik mengungkap peristiwa tersebut karena dibuat ketika masih banyak saksi hidup yang bisa dimintai keterangan (buku aslinya dibuat tahun 1963-1964). Selain buku ini masih ada buku-buku utama lain, tapi nanti saja kubahas satu per satu. Saat ini aku akan membahas satu buku tipis saja yang berjudul “Sekilas Sejarah Peristiwa Perjuangan Bandung Lautan Api”  karya Drs. HME. Karmas, yang dicetak dalam rangka memperingati 50 tahun peristiwa Bandung Lautan Api. Sesuai judulnya, buku ini hanya menyajikan kilasan kenangan seorang pelaku revolusi di Bandung, yaitu penulisnya sendiri, terhadap peristiwa-peristiwa yang berujung kepada Bandung Lautan Api.

Penyusunan buku ini kuanggap cukup serius karena menggunakan beberapa referensi atau narasumber yang sangat representatif. Wawancara-wawancara dilakukan oleh : Drs. PHS Marpaung bersama Sumarsono, Adoeng Adoerachman, Soesman, Soerat Mangoendjaja, kepada tokoh-tokoh seperti A.H. Nasution, Didi Kartasasmita, Syarifudin Prawiranegara, dan R.M. Achmad Sukarmadidjaya. Seluruh wawancara dilakukan pada tahun 1985. Selain itu banyak materi merupakan pengalaman HME Karmas selaku salah satu anggota laskar pada waktu revolusi berlangsung. Entah usianya berapa saat itu.

HME Karmas selaku penyusun sekaligus pengumpul materi buku ini tampak menonjolkan peranannya dalam peristiwa Revolusi di Bandung itu. Salah satunya pada peristiwa pengambilalihan Studio Radio Bandung (Bandung Hoshokyoku) dari tangan Jepang.

    Pada saat direktur menyerahkan studio kepada pihak Indonesia, datanglah dari halaman depan Hey Tay pengawal Atazawa mengadakan aksi serangan mau membatalkannya, namun sempat digagalkan karena segera ditodong senjata tajam oleh pemuda E. Karmas, sehingga Hey Tay tersebut tidak berdaya. Akhirnya tepat pada pukul 19.00 waktu Jawa tanggal 17 Agustus 1945, pihak Indonesia menyiarkan isi teks Proklamasi di udara ke seluruh Tanah Air bahkan ke segala penjuru dunia.

Di bagian lain nanti akan dikisahkan kisah heroik E. Karmas lainnya. Tapi sebelum itu mari kita ikuti rangaian kisah pasca pembacaan proklamasi.

Pengumuman berdirinya BKR oleh Soekarno tanggal 23 Agustus 1945 segera disambut oleh para pemuda di Bandung yang dimotori alumni PETA. Mereka berduyun-duyun mendaftarkan diri ke markas BKR di Jl. Kepatihan dan Jl. Pasir Kaliki. Di samping BKR ini juga terdapat puluhan laskar lainnya yang biasanya dipimpin oleh orang-orang berpengaruh di masyarakat. Mereka semua bersiap siaga menyambut kedatangan kembali pasukan Sekutu yang diboncengi Belanda.
Pada bulan September-Oktober 1945 terjadi bentrokan fisik antara pemuda, TKR, dan rakyat Bandung dengan tentara Jepang dalam usaha pemindahan markas Jepang, antara lain di Gedung PTT, pabrik senjata dan mesiu di Kiaracondong, yang puncaknya terjadi di Heetjanweg, Tegalega. Pada tanggal 9 Oktober 1945, bentrokan fisik dengan pihak Jepang dapat diselesaikan dengan damai.

Pemuda, TKR, dan rakyat Bandung berhasil mendapatkan senjata mereka dan kemenangan ada di pihak rakyat Bandung. Namun bersamaan dengan itu, datanglah tentara Sekutu memasuki kota Bandung (21 Oktober 1945) sebanyak 1 brigade dipimpin Mc Donald Divisi India ke 23, dengan dikawal Mayor Kemal Idris dari Jakarta. Peranan Sekutu sebagai wakil kolonial Belanda segera menimbulkan ketegangan dan bentrokan dengan rakyat Bandung.

Insiden-insiden kecil yang menjurus pada pertempuran sudah tidak dapat dihindari lagi. Pada tanggal 24 November 1945, TKR, pemuda, dan rakyat yang dipimpim oleh Arudji Kartasasmita sebagai komandan TKR Bandung memutuskan aliran listrik sehingga seluruh kota Bandung gelap gulita dengan maksud mengadakan serangan malam terhadap kedudukan Sekutu. Sejak saat itu, pertempuran terus berkecamuk di Bandung..

    Pada tanggal 15 September 1945 Sang Merah Putih dikibarkan di beberapa tempat di kota Bandung, sedangkan rakyat mulai mengenakan lencana merah putih di dadanya. Di antara mereka membawa senjata golok, bambu runcing, dan ada juga yang bersenjata bedil angin, bedil kumon hingga pistol colt. Semua orang siap siaga menunggu datangnya komando.

Selama menunggu kedatangan sekutu, rakyat berupaya mengambil alih bangunan-bangunan dan senjata yang masih dikuasai Jepang. Upaya ini seringkali berjalan lancar karena pada dasarnya Jepang yang morilnya telah hancur tidak keberatan untuk menyerahkan senjatanya asalkan  penyerahan dilakukan baik-baik. Namun satu insiden berdarah di markas Kempetai Jepang di jalan Heetjansweg (Jl. Sultan Agung) perlu menjadi pelajaran berharga.

    Peristiwa itu terjadi karena salah paham dimana salah seorang tentara Jepang tertembak. Tentara jepang mengerahkan kembali kendaraa lapis baja dan berhasil merebut kembali beberapa pucuk senjata dari pihak Indonesia. Hari naas itu berekor kesedihan dengan adanya kecaman pedas dari pejuang Surabaya yang memberi gelar pemuda Bandung adalah Pemuda Peyeum Bol.

0 Response to "PERISTIWA BANDUNG LAUTAN API"

Posting Komentar